Selasa, 29 Juni 2010

BUDAYA LOKAL MERUPAKAN WARISAN BANGSA YANG HARUS DILESTARIKAN DI TENGAH GLOBALISASI

ABSTRACT

Indonesia has a diversity of ethnic groups. Each ethnic group must have a culture which we call the local culture. The local culture is characteristic of a particular tribe. Local culture has its own values, which is the wealth of a society.
Local culture today is increasingly eroded and nearly lost because the progress and the globalization era. Globalization causes people to forget their culture and gradually replace the local culture has become a global culture, which is usually oriented in western countries. This should be prevented in other that Indonesia does not lose its identity.
Indonesian nation must preserve the local culture as the wealth that have existed and passed since antiquity. Globalization should not create a local culture to be lost, exactly local culture should be maintained and preserved so that Indonesian people can avoid the negative impacts of globalization.

Keyword: local culture ; globalization

A. PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor kemajuan peradaban dunia adalah indikasi kemajuan berpikir umat manusia, tidak salah apabila disebutkan bahwa manusia dewasa ini telah dihadapkan pada situasi yang serba maju, instant dan pola pemikiran yang kritis. Kemajuan jaman ini mengakibatkan perubahan di segala aspek kehidupan manusia ( individu, keluarga, masyarakat berbangsa dan bernegara.
Banyak diantara masyarakat itu menerima perubahan dan perkembangan jaman sebagai sesuatu yang biasa dan wajar untuk sebuah proses yang harus dijalani, dimaklumi dan kehadirannya senantiasa akan menimbulkan berbagai perubahan dalam praktiknya. Sehingga memaksa masyarakat budaya, mau tidak mau atau sadar tidak sadar diperhadapkan pada situasi yang sulit antara menerima perubahan perdaban itu (karena tidak ingin dianggap kolot) atau menolak perubahan itu walaupun dianggap primitif, konvensional dan ortodoks.
Pada era globalisasi ini seakan-akan sudah tidak ada lagi batas-batas antarnegara. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi, media informasi dan mudahnya akses seseorang untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Seperti yang kita sering jumpai, banyak sekali masyarakat Indonesia terutama generasi muda telah terpengaruh dengan budaya asing. Mereka justru terlihat lebih akrab dengan budaya asing daripada budaya dalam negerinya sendiri. Kita bisa membuktikan fakta tersebut dengan mengambil contoh dari 3 hal, yaitu makanan, permainan dan pakaian.
1. Makanan
Banyak sekali anak muda jaman sekarang yang tidak mengenal makanan tradisional dari derahnya sendiri. Misalnya Kue Clorot, kue tradisional Jawa Tengah ini nyaris punah. Padahal rasanya enak, gurih dan manis. Tidak kalah dengan makanan-makanan asal negara lain. Bungkusnyapun unik, terbuat dari janur dan dibentuk seperti terompet kecil. Anak muda sekarang malah lebih akrab dengan makanan-makanan instant yang cepat saji. Padahal makanan tersebut banyak mengandung bahan-bahan kimia yang tidak baik untuk kesehatan. Bila masyarakat tidak mempunyai perhatian terhadap makanan lokal, maka tidak mustahil bila kita akan kehilangan salah satu budaya lokal, yaitu makanan traisional tersebut.
2. Permainan
Banyak anak-anak saat ini yang tidak mengetahui berbagai macam permainan tradisional seperti gobag sodor, engklek, egrang, benthik, dan lain sebagainya. Mereka lebih akrab dengan permainan elektronik di komputer atau video game. Padahal permainan tradisional banyak sekali manfaatnya karena dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dan baik untuk kesehatan karena sama saja dengan berolah raga serta menumbuhkan kreativitas kognitif, afektif maupun motorik. Selain itu tidak diperlukan biaya yang mahal untuk melakukan permainan tradisional.
3. Pakaian
Masyarakat jaman sekarang lebih sering mengenakan jeans yang berasal dari Amerika, dibanding pakaian tradisionalnya, misal kain Batik. Akhir-akhir ini memang batik telah banyak digunakan di Indonesia bahkan di luar negeri karena batik telah mendapatkan hak paten dari UNESCO dan sudah diakui bahwa batik adalah budaya asli Indonesia. Tapi masih banyak pakaian-pakaian tradisional Indonesia yang harus tetap dijaga kelestariannya supaya tidak diklaim oleh negara lain, dan ini adalah kewajiban seluruh masyarakat Indonesia. Contoh lainnya adalah Kebaya, masyarakat hanya menggunakan pakaian ini ketika acara tertentu, bahkan bila di kota besar masyarakat golongan menengah ke atas lebih suka memakai gaun pesta daripada kebaya yang sebenarnya memiliki keindahan yang lebih memancarkan aura anggun dan cantik dari wanita. Bila hal ini tidak segera disadari ada pula kemungkinan kebaya akan hilang dari masyarkat Indonesia, dan terganti oleh pakaian-pakaian dari negara lain, khususnya negara-negara barat.
Dari contoh-contoh di atas kita dapat mengetahui bahwa salah satu latar belakang kemosrotan budaya lokal adalah akibat dari globalisasi. Hal ini banyak kita jumpai pada makanan, permainan dan pakaian tradisional yang semakin jarangkita lihat, dan sedikit demi sedikit telah digantikan dengan budaya-budaya asing yang kita anggap lebih instan, simple dan mudah untuk diterapkan , sehingga kita lupa bahwa budaya lokal adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga, dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat bertahan di era globalisasi ini.

B. TEORI TENTANG BUDAYA LOKAL
Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberi batasan terhadap budaya lokal, karena hal ini akan terkait dengan teks dan konteks. Definisi budaya lokal yang saya ambil di sini adalah berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut struktur dan tingkatannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut
1. Supercultur : Kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:kebudayaan nasional
2. Culture : Lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, prrofesi, wilayah atau daerah. Contoh: budaya Sunda
3. Subculture : Merupakan kebudayaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudayaan ini tidak bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya gotong-royong
4. Counter-culture : Tingkatannya sama dengan subculture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya individualisme.
Dilihat dari struktur dan tingktannya, budaya lokal berada pada tingkat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia, dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat majemuk dalam struktur sosial, budaya ( multikultural ) maupun ekonomi.
Dalam pengertian yang luas, Judistira ( 2008:113 ) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka, tetapi termasuk segala bentuk dan cara-cara berperilaku,bertindak serta pola pikiran yang berada jauh di belakang apa yang tampak tersebut.

C. TEORI TENTANG GLOBALISASI
Menurut asal katanya, “globalisasi” diambil dari kata global yang maknanya ialah universal. Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
• Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
• Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
• Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
• Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
• Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekedar gabungan negara-negara.
dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
a. Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
• Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
• Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
b. Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
c. Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

D. KANDUNGAN NILAI DALAM BUDAYA LOKAL
Dalam budaya lokal terdapat kandungan nilai-nilai yang merupakan suatu daya tarik yang tersebunyi dari keadaan luarnya. Kita bisa mengambil contoh dari ketiga hal yang telah kita tulis dalam pendahuluan, yaitu:
1. Makanan
Dalam masyarakat Jogjakarta terdapat upacara garebeg, yang diadakan tiga kali dalam setahun dan diperkirakan telah ada sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Upacara tersebut bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W., hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Makanan yang ditampilkan dalam upacara ini disebut gunungan. Ada enam jenis gunungan yang biasa ditampilkan yaitu gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan gepak, gunungan pawuhan, gunungan darat dan gunungan kutug atau bromo. Makanan yang digunakan sebagai komponen gunungan terdiri dari beragam jenis kue dan hasil pertanian. Nilai yang terkandung dalam gunungan ini adalah:
a. Nilai kesakralan : bentuknya menyerupai gunung, mengingatkan pada candi atau punden berundak sebagai tempat para dewa atau roh nenek moyang bersemayam
b. Nilai kemanusiaan : wujud gunungan yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, telur, makanan dari beras dan ketan ditambah dengan masakan dari daging beranalogi dengan pengertian pohon hayat, melambangkan kemakmuran atau kehidupan itu sendiri
c. Nilai moral : gunungan lanang dan wadon adalah penerapan klasifikasi dualisme yang saling melengkapi.

2. Permainan
Dalam permainan tradisional terdapat nilai-nilai yang kemudian dapat menjadi pedoman hidup dan pedoman berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
a. Nilai keagamaan : contohnya adalah permainan dakon, permainan ini mengajarkan tentang kejujuran satu sama lain.
b. Nilai sosial : contohnya adalah gobag sodor, permainan ini mengajarkan tentang kerjasama dan kompetisi.
c. Nilai ekonomi : permainan tradisional tidak perlu menghabiskan biaya yang mahal, karena dapat memanfaatkan benda yang ada di lingkungan sekitar kita, misalnya pasaran, kita bisa menggunakan tanah sebagai sarana tanpa harus membayar.

3. Pakaian
Pakaian tradisional juga mengandung nilai-nilai dibalik fungsinya untuk menutup tubuh dan melindungi tubuh. Kita akan mengambil contoh batik dari Cirebon yang bermotif Megamendung. Nilai-nilai yang terkandung dalam batik tersebut adalah:
a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.
Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.
c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting, terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.

E. PENUTUP
Kebudayaan lokal saat ini sedikit demi sedikit akan hilang karena pengaruh dari globalisasi. Hal itu bisa terlihat karena semakin dilupakannya hal-hal yang berbau tadisional, seperti makanan tradisional, permainan tradisional dan pakaian tradisional. Semua telah tergantikan dengan hal-hal yang berbau barat karena banyak dari kita menganggap budaya mereka lebih keren atau tidak kampungan dan lebih simple. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi negara kita, karena kita akan kehilangan kekayaan bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur dan manfaat yang lebih baik dari budaya asing tersebut.
Era Globalisasi adalah masa dimana akan terjadi globalisasi budaya, yang artinya akan tidak ada lagi kebudayaan lokal yang menjadi ciri suatu kelompok masyarakat ataupun bangsa. Hal ini harus dicegah dan sebagai masyarakat kita harus lebih peduli untuk melestarikan dan mempertahankan budaya kita yang telah ada sejak jaman dahulu, dan merupakan warisan serta kekayaan bangsa yang sangat bernilai harganya. Kebudayaan lokal dapat mencegah dampak negatif dari globalisasi. Budaya lokal adalah kebanggaan dari suatu bangsa yang tidak bisa digantikan dengan budaya global, dan sebagai generasi penerus kita harus senantiasa menjaga, melestarikan dan tidak melupakan budaya lokal bangsa kita sendiri. Hal paling kecil yang dapat kita lakukan adalah dengan cara tetap mengonsumsi makanan tradisional dan belajar membuat makanan tradisional tersebut, mengajarkan permainan tradisional kepada anak-anak, kemudian mengenakan pakaian tradisional dalam acara-acara tertentu, apabila tidak memungkinkan pakaian tradisional tersebut digunakan untuk aktifitas sehari-hari.dengan melakukan semua itu kita dapat mempertahankan budaya lokal di era globalisasi ini.